Rabu, 11 April 2012

Kriteria Pemimpin Ideal Menurut Pencerahan al-Quran



Kita hadirkan topik ini ditengah kegelisahan sebagian masyarakat Indonesia melihat carut matur kehidupan berbangsa dan bernegara. Semua berharap kapankah kita memiliki seorang pemimpin ideal yang mampu memberi teladan dan meningkatkan harkat dan martabat bangsa.

Bagi seorang muslim, saat berbicara tentang pemimpin ideal seyogyanya merujuk pada sumber referensi yang mutlak kebenarannya, bukanlah merujuk  pada pikiran atau kepentingan golongan tertentu. Paradigma memilih pemimpin ideal haruslah konsisten, tidak berubah sesuai perubahan hawa nafsu, rezim, dan kepentingan politik.

Kriteria pemimpin ideal baik sebagai pemimpin rumah tangga, jamaah, organisasi, partai ataupun negara, banyak diterangkan dalam ayat-ayat al-Quran, salah satunya ada dalam QS al-Anbiya 73;
“Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-peminpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan kami wahyukan kepada mereka agar berbuat kebaikan, melaksanakan sholat, dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah”
Ayat di atas berbicara mengenai pemimpin ideal di dunia menurut versi Alloh, sebagai sumber kebaikan dan bukan hawa nafsu. Keabsahannya tidak bisa dibantahkan kecuali bagi mereka orang yang mengingkarinyua (kafir), karena Alloh maha Benar atas firman-Nya.
Merujuk ayat di atas, setidaknya ada lima kriteria sebagai pemipin ideal, yaitu sebagai berikut:
#1. Memberikan Petunjuk Kepada Masyarakatnya dengan Perintah Kami.
Pemimpin ideal selalu memberikan arahan kepada masyarakatnya berdasarkan petunjuk yang datang dari Alloh. Ia senantiasa mengajak seluruh manusia kepada Alloh. Ia akan berupaya secara maksimal membawa rakyatnya untuk taat beribadah kepada Alloh. Bukan sebaliknya, mengajak bergabung dengan partainya untuk melanggengkan kekuasaan, dan melawan musuh-musuh politiknya.
#2. Selalu Memproduksi Kebaikan-Kebaikan.
Pemimpin ideal selalu memproduksi kebaikan-kebaikan, termasuk dalam lingkup rumah tangganya. Ia mengajak istri dan anaknya untuk beribadah kepada Alloh bukan mengarahkan pada kemaksiatan. Begitu pula dalam lingkup lingkungan dimana ia tinggal, kebaikan-kebaikan selalu diprioritaskan dan mempersempit ruang gerak kemaksiatan dan kemusyrikan. Hukum ditegakkan meskipun menimpa keluarganya.
#3. Mendirikan Sholat
Berbahagialah jika memiliki pemimpin yang rajin mendirikan sholat 5 waktu. Karena sholat yang ‘ditegakkan’ sesuai firman Alloh, akan memberikan dampak yang luar biasa yakni mencegah perbuatan keji dan munkar. Pemimpin dengan kriteria ini, akan menularkan spirit penegakkan sholat 5 waktu kepada anggota masyarakatnya, sehingga secara otomatis akan mencegah merajalela-nya korupsi, fitnah, membunuh tanpa alasan jelas, dan perbuatan keji lainnya.
#4. Membayar Zakat
Alloh memerintahkan zakat dalam ayat ini dengan kata Iitaa-a. Penggunaan kata ini untuk menegaskan bahwa membayar zakat tidak sekedar mengeluarkan harta, namun harus dibarengi dengan daya dorong yang  kuat, sebagai bukti komitmen keimanan.
Seorang pemimpin ideal akan berusaha menegakkan sistem zakat dengan baik dan amanah. Belajar dari sejarah umat Islam, jika sistem zakat (2.5% dari pendapatan) dikelola dengan baik dan jujur, maka akan mendatangkan keberkahan dan kemakmuran bagi masyarakatnya. Karena ini adalah sistem Alloh bukan sistem sistem manusia.
#5. Hanya Menjadi Budak Alloh
Seorang pemimpin ideal akan mengkhususkan dirinya menjadi hamba Alloh, bukan budak hawa nafsu, kekuasaan, pengusaha hitam, negara asing, dan lain sebagainya. Keberanian dia sebagai hamba alloh, tidak bisa dipaksa atau diintervensi oleh pihak manapun.

Kiat Menyikapi Konflik Rumah Tangga


Setiap orang yang menikah pasti merindukan Sakinah Mawadah Warohmah (SAMARA), yakni kondisi rumah tangga yang tenang, damai dan tentram. Namun, kondisi ini bukanlah berarti keluarga yang tidak pernah mengalami masalah. Dalam kenyataannya, masalah akan selalu datang seiring dengan berjalannya waktu, baik yang disebabkan faktor internal maupun ekternal.Jangankan kita sebagai manusia biasa, keluarga nabi Muhammad-pun, pernah ditimpa masalah keluarga, misalnya tuduhan perselingkuhan Aisyah dengan salah saorang sahabat, sampai kasusnya berlarut-larut 40 hari lamanya dan diabadikan dalam QS An-Nur 11-17.Jadi, perlu disadari bahwa kehidupan rumah tangga tidak akan luput dari masalah atau konflik, sebagai ujian yang harus disikapi bersama antara suami dan istri. Berikut, beberapa kiat agar kita bisa meyikapi masalah keluarga dengan bijak dan tetap mempertahankan kondisi SAMARA#1. Kehidupan adalah CobaanKunci pertama yang harus disadar adalah bahwa kehidupan dunia adalah cobaan dan setiap orang pasti mengalaminya. Besar kecil cobaan tergantung dari kondisi dan kapasitas seseorang. Rumah tangga orang kaya bukan berarti tidak memiliki masalah, begitu pula dengan rumah tangga orang susah. Mereka sama-sama menghadapi masalah sesuai dengan kondisinya masing-masing.Harta tidak menjadi jaminan kesuksesan rumah tangga seseorang. Karena, tidak sedikit keluarga kaya raya yang berujung perceraian. Dan sebaliknya, keluarga yang secara ekonomi pas-pasan, mampu mempertahankan mahligai rumah tangganya dan menghasilkan generasi yang unggul. Jadi, setiap pasangan yang menikah memerlukan kedewasaan dan kehati-hatian bersikap dan berpikir agar bisa menemukan solusi terbaik saat menemui cobaan rumah tangganya.#2.  Rumah Tangga adalah IbadahKiat kedua adalah menyadari bahwa rumah tangga bagi seorang muslim adalah ibadah. Karenanya, semua aspek yang terkait dengan kehidupan rumah tangga haruslah dibarengi dengan niat dan cara-cara yang baik. Syetan akan selalu menggoda dengan berbagai macam cara sebagaimana syetan selalu menggoda setiap aktivitas ibadah lainnya misalnya sholat, puasa, zakat, haji, dll.Mungkin sebagian orang beranggapan, bahwa pernikahan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan biologis semata. Namun, di dalam islam hakikat pernikahan adalah ibadah untuk menjalankan sunah rosul. Maka dengan itu, setiap pasangan haruslah mengetahui ilmu bagaimana membina rumah tangga yang sesuai syariat islam.Islam telah mengatur setiap aktivitas yang terkait dengan rumah tangga, misalnya tata krama saat melakukan hubungan suami istri, aturan tidur anak laki dan perempuan, aturan masuk ke kamar orang tua, kewajian mendidik anak, dll.#3. Jangan Ceroboh Mengikrarkan kata “CERAI”Saat terjadi percekcokan antara suami istri, janganlah ceroboh mengikrarkan kata “cerai”. Karena sesungguhnya cerai termasuk perkara yang meskipun dilakukan dengan bercanda, secara syariat dianggap serius. Apalagi kalau dilakukan dengan serius.Walaupun berniat main-main mengatakan CERAI, maka itu dianggap sah secara syariat sehingga berlaku konsekwensinya. Cerai tidak memerlukan syarat saksi dan ijab qobul sebagaimana diperlukan saat melakukan pernikahan. Jadi berhati-hatilah dengan ucapan CERAI.

Langkah Praktis Mencetak Keturunan yang Sholeh



Salah satu kebahagiaan yang dirindukan orang tua, mana kala ia bisa menyaksikan anak keturunannya sholeh. Sebaliknya, betapa menderitanya orang tua, jika anak yang disayanginya durhaka dan jauh dari nilai keislaman. Anak saleh adalah aset yang sangat mahal, manfaatnya tidak hanya dirasakan di dunia namun juga akhirat kelak. Orang tua akan dipertemukan dengan anaknya di akhirat, manakala mereka memiliki kesamaan iman dan amal sholeh.
Orang tua yang mengerti hal ini, pasti akan memikirkan dan berjuang bagaimana mencetak keturunannya yang sholeh. Pertanyannnya, bagaimana langkah-langkah untuk mencapainya?. Berikut beberapa langkah yang bisa dijadikan panduan bagi orang tua.
#1. Selalu Berdoa
Langkah utama yang harus dilakukan agar memiliki keturunan yang sholeh adalah selalu berdo’a kepada Alloh. Ada beberapa alasan kenapa do’a harus dijadikan prioritas utama dalam usaha mencetak keturunan yang sholeh, yaitu sebagai berikut:
Doa adalah ibadah
Nabi bersabda Addu’a Huwa Ibadah, Doa adalah ibadah. Nabi menggunakan kataHUWA untuk menunjukan doa ADALAH ibadah. Penambahan kata ini memberikan pemahaman bahwasanya esensi ibadah adalah do’a. Do’a merupakan pengabdian dari seorang hamba kepada Alloh sebagai satu-satunya ilah yang berhak disembah. Jadi, dengan berdoa, maka akan semakin banyak aset kebaikan yang akan diraih.
Dalam Doa Terdapat Cita- Cita yang kuat.
Seseorang yang sering berdoa kepada Alloh akan memiliki cita-cita dan motivasi yang kuat untuk mewujudkan keinganannya itu. Saat meminta dikaruniakan anak yang sholeh, maka ia akan dijadikan prioritas untuk dicapainya. Orang tua tidak akan mengorbankan anak demi mengejar pekerjaan, bisnis, jabatan, dll.
Berdoa adalah Sunnah Manusia-Manusia Terbaik
Para nabi dan rosul sebagai manusia terbaik, selalu memanjatkan doa kepada Alloh agar dianugerahkan anak yang sholeh, misalnya do’a nabi Ibrahim, do’a nabi Muhammad kepada Hasan dan Husain, dll.
#2. Mendidik Anak dengan Pendidikan yang Benar
Langkah kedua untuk menggapai anak yang sholeh adalah dengan memberikan pendidikan yang benar. Belumlah cukup anak hanya memiliki pendidikan akademis, namun ia tidak memiliki pendidikan islam yang memadai. Berikut adalah beberapa kriteria pendidikan Islam yang baik.
a. Memiliki pemahaman islam dengan benar dan utuh
Tanamkanlah pemahaman Islam yang benar dan utuh kepada anak  yang sumbernya dari al-Quran dan as-sunnah. Karena, sebenar-benarnya ilmu adalah firman Alloh dan Sabda rosul. Ilmu lain bisa benar atau salah, namun Firman Alloh dan sabda rosul sudah pasti kebenarannya.
Tidak sedikit orang hanya ‘tahu’ islam, namun tidak dibarengi dengan pemahanan yang baik dan utuh, sehingga ia tidak ragu-ragu mencampuradukkan amalan yang halal dan haram. Boleh jadi ia melakukan sholat, zakat, puasa, haji,dll namun juga mencari nafkah dengan cara korupsi dan berpolitik menghalalkan berbagai cara.
b. Terdapat Kerja yang Berkesinambungan
Pendidikan yang diberikan kepada anak haruslah dengan program pembelajaran yang periodik atau berkesinambungan, misalnya pengajian minimal seminggu sekali atau dua kali. Materi yang diajarkan bisa membaca, menghapal, dan tadabur al-Quran, mempelajari hadits dan sirah nabawiyah, fiqh, atau perkembangan dunia Islam.
Program pembelajaran seperti ini, selain memberikan nuansa tarbiyah, juga memberikan manfaat silaturahmi dan menjaga keberlangsungan amal kebaikan. Anak tidak hanya rajin beribadah di bulan romadhan saja, namun di setiap waktu. Amal yang dilakukan tidak sekedar amalan ‘SISA’, namun amalan yang sudah terprogramkan.
c. Pembinaan dalam Kepribadian dan Kepemimpinan.
Pendidikan islam yang baik, tidak sekedar menjadikan anak sholeh namun harus lebih dari itu, yakni menjadikan ia pemimpin orang-orang sholeh. Obsesinya tidak sekedar bertaqwa namun menjadi pemimpin orang yang bertaqwa. Siapa yang tidak bahagia, saat anak menjadi ketua mesjid,  imam sholeh, pemimpin yang membela orang tertindas, duta dakwah dan jihad, dll. Anak dengan jiwa kepemimpinan dan kepribadian seperti ini, akan memiliki semangat tanggung jawab yang tinggi. Ia tidak hanya memikirkan diri sendiri namun juga orang lain.
#3.  Mewaspadai Fitnah Dunia.
Langkah ketiga, adalah mewaspadai fitnah dunia. Bukan berarti tidak perlu meraih kesuksesan dunia. Dunia perlu diraih namun caranya harus sesuai dengan rambu-rambu agama. Saat anak telah mendapatkan pendidikan islam yang benar, haruslah diingat bahwa yang namanya anak tetap manusia, yang pasti memiliki kelemahan. Waspadailah, jangan sampai fitnah dunia merusak kesucian dirinya. Banyak bentuk firnah dunia yang bisa menjatuhkan manusia, sekalipun ia awalnya orang alim, misalnya menumpuk harta dengan menghalalkan berbagai cara, membohongi teman seperjuangan dakwah demi meraih kekuasaan, fitnah perempuan, laki-laki, dll.
#4. Ikhtiar Memilih Bahan yang Baik
Langkah keempat adalah mencarikan teman hidup anak dari keturunan yang baik. Ukurannya tidak sekerdar senang dan menarik, namun lihatlah apakah calon pasangan hidupnya dari keturunan sholeh atau tidak. Dengannya, dapat meneruskan kesholehan sampai ke anak cucu kelak

Meneladani Spirit Kebaikan Ali bin Abi Tholib



Diantara sekian banyak sahabat yang patut kita jadikan tauladan adalah Ali bin Abi Thalib R.A (disingkat Ali). Beliau memiliki tempat yang ‘istimewa’ di sisi rosul Muhammad SAW, selain karena kedekatan hidup, juga karena keterikatan keluarga. Ali adalah anak dari paman nabi yakni Abi Thalib. Nabi sendiri pernah diasuh cukup lama oleh Abi Tholib setelah ditinggalkan orang tua dan kakeknya.
Antara nabi Muhammad dan Ali terdapat rentang perbedaan usia sekitar 30tahun. Jadi saat nabi berusia 30 tahun, Ali baru dilahirkan. Karena nabi pernah diasuh oleh ayahnya Ali, maka tidak bisa dipungkiri Ali kemudian dididik dan dibesarkan oleh baginda nabi. Kedekatan ini, menyebabkan Ali mendapatkan informasi dan ilmu dari hari ke hari dari nabi secara langsung. Sehingga Ali menjadi seorang yang cerdas dan banyak menyampaikan hadits. Para ulama mengatakan kalau nabi diibaratkan sebagai kota ilmu (Madinatul Ilmu), maka Ali adalah pintu gerbangnya (Baabul Ilmu).
Dalam perjuangan dakwah islam, posisi Ali sangatlah luar biasa. Salah satunya adalah sikap heroik dan ‘mengandung resiko’ saat berusia 23 tahun. Ali bersedia tidur di tempat tidur rosul, menggantikan rosul sekaligus mengelabui rencana kaum kafir Quraisy yang akan membunuh rosul. Ali tidur di kamar rosul, sementara rosul pergi berhijrah dari Mekah ke Madinah.
Ali juga dipandang sebagai orang yang berani dan cakap dalam setiap peperangan, baik perang badar, uhud, khandaq, dan lain-lain. Bahkan, seorang sejarawan menulis keistimewaan Ali sampai 18 item baik dari sisi keilmuan, kecerdasaan dan kepeduliaan terhadap orang lain yang sedang ditimpa kesusahan. Kedekatan Ali dengan nabi pun, menjadikan Ali sebagai menantu rosul, Ali dinikahkan dengan Siti Fatimah, salah seorang putri nabi dari Siti Khadijah.
Jual Beli Unta
Ada satu kisah yang cukup menarik yang menggambarkan kualitas keikhlasan dan katulusan seorang Ali bin Abi Tholib. Pada suatu hari, saat pulang ke rumah, Ali menemui istrinya Fatimah dan berkata, “Adakah makanan untuk hari ini?” Istrinya menjawab, “Kita tidak memiliki makanan, yang ada hanyalah uang 6 dirham untuk persediaan makan Hasan dan Husain”.
Ali lantas berkata “Berikanlah uang itu kepada saya dan biarkan saya yang membelikan makanannya”.
Setelah percakapan ini, Ali lantas pamit keluar rumah untuk membeli makanan. Di tengah jalan, Ali bertemu dengan seseorang dan menegurnya, “Wahai Ali, adakah orang yang mau meminjamkan uang kepada saya karena Alloh?”. Ali langsung menjawab “Ada, dan akulah orangnya”. Maka, dikasihlah uang 6 dirham oleh Ali kepada orang itu.
Karena semua uang telah diberikan kepada orang itu, maka Alipun tidak jadi berbelanja, dan ia pulang kembali ke rumahnya. Sesampainya di rumah, ditanya sama sang istri, “Wahai Ali, manakah makanan yang engkau beli?”. Ali menjawab, “Aku tidak jadi membeli makanan, karena semua uang telah aku berikan kepada seseorang yang lebih membutuhkan”. Mendengar jawaban ini, Fatimah menyambut gembira dan senang karena telah memberikan harta kepada yang membutuhkan walaupun harta itu sangat dibutuhkannya buat kepentingan keluarga. Setelah kejadian ini, Ali meminta izin istrinya menemui rosul untuk ‘berkonsultasi’ dan menceritakan kejadian yang baru dialaminya. Maka, pergilah Ali untuk menemui rosul.
Di tengah perjalanan, Ali bertemu seseorang yang membawa seekor unta. Berkata orang itu, “Wahai ali, hendak ke mana engkau?”, Ali menjawab “Aku hendak berkunjung ke rumah rosul”. “Belilah untaku 100 dirham, karena aku tidak punya uang?, tawar orang itu. Ali menjawab,”Aku tidak punya uang sama sekali”. Orang itu menawarkan kembali, “Tidak apa-apa, juallah unta ini selakunya, engkau bisa bayar belakangan setelah laku”.
Ali pun sepakat atas tawaran itu, lantas kembali lagi ke rumah untuk mengikatkan unta sebelum pergi lagi menemui rosul. Dalam perjalanan pulang ke rumah, Ali menemui seseorang dan menegurnya, “Wahai Ali? Mau diapakan unta itu?, “Aku mau menjualnya”, jawab Ali.  Orang itu berkata lagi, “Untanya sungguh sangat bagus, saya berminat membelinya seharga 300 dirham”. Singkat cerita, terjadilah transaksi jual beli unta antara Ali dan orang itu, lalu Ali pulang ke rumah membawa uang 300 dirham.
Setibanya di rumah, sang istri bertanya, “Ada apa denganmu wahai Ali, kelihatnya engkau sangat gembira sekali?” Ali pun menceritakan kejadian yang baru dialaminya itu dan menunjukkan keuntungan 200 dirham dari transaksi jual beli unta itu. Maka, dititipkanlah uang 200 dirham kepada istrinya dan Ali membawa 100 dirham untuk kembali pergi membayar utang sekaligus menemui rosululloh.
Berangkatlah Ali ke rumah rosul untuk menemui dan menceritakan semua kejadian yang baru dialaminya. Setibanya di rumah rosul dan bertemu dengannya rosul berkata,” Wahai Ali, engkau datang kemari, tentu ada sesuatu yang perlu disampaikan. Siapakah yang mau duluan menyampaikan, aku atau engkau?. Mendapat pertanyaan itu, Ali lantas menjawab, “Silahkan wahai rosul, engkau dulu yang menyampaikan sesuatu”.
Melalui wahyu yang diterimanya, Rosul berkata “Wahai Ali, tahukah engkau, siapakah orang yang menjual dan membeli unta itu?. Ali menjawab, ‘Tidak”. Rosul berkata lebih lanjut, “Orang yang menjual untu itu adalah malaikat Jibril, sedangkan yang membelinya adalah malaikat Mikail”. Dengan penasaran Ali bertanya kembali, “Lantas  kepada siapakah saya harus membayar utang 100 dirham?” Nabi menjawab,” Itu semua rizkimu, karena keikhlasanmu mengeluarkan shodaqoh”.
Begitulah salah satu tauladan yang ditunjukkan seorang sahabat Ali bin Abi Tholib. Dengan keikhlasan yang luar biasa, ia bershodaqoh dalam suasana sulit namun akhirnya mendapatkan ganti yang luar biasa.  Dari 6 dirham menjadi 300 dirham.
Selain kisah di atas, banyak juga kisah yang mencerminkan spirit kebaikannya. Ali juga banyak membuat syair, menulis dan berceramah memberikan nasehat. Salah satu nasehatnya adalah sebagai berikut:
Terdapat lima hal yang ambillah 5 hal itu dariku
  1. Janganlah engkau mengharapkan sesuatu dari seseorang kecuali hanya mengharapkan dari Alloh
  2. Janganlah engkau takut terhadap apapun, kecuali engkau takut atas dosa dan Alloh
  3. Jangan segan-segan engkau mempelajari hal yang belum engkau ketahui
  4. Janganlah malu mengatakan tidak tahu, saat ditanya sesuatu yang tidak engkau ketahui
  5. Hendaklah bersabar atas dasar iman. Dan jadikan iman seperti kepala dalam tubuhmu
Ali meninggal di usia 63 tahun di hari Jumat di bulan Romadhan. Ali termasuk dalam daftar orang yang pertama masuk surga. Rosul berkata “Ali itu sangat mencintai Alloh dan Rosulnya, dan Alloh dan Rosulnya sangat mencintainya”.

Orang Cerdas adalah Orang Yang Selalu Ingat Mati


Setiap orang meyakini bahwa setiap jiwa yang bernafas pasti akan mengalami kematian. Namun, kesibukan sehari-hari seringkali membuat orang terlena dan lupa bahwa besok atau lusa akan dipanggil oleh Alloh SWT. Sampai tiba suatu saat, malaikat datang menjemput, dan pupuslah semua kelezatan dunia beralih menuju kehidupan yang abadi di sisi-Nya.
Orang beriman seharusnya tidak takut menghadapi mati, karena mati adalah sebuah keniscayaan. Yang harus ditakuti adalah apakah amal kita sudah cukup untuk menghantarkan pada kebahagiaan di akhirat?. Abu Bakar R.A saat ditanya oleh seorang sahabat, berapa kali anda ingat kematian dalam sehari? Abu bakar menjawab, “Saya mengingat mati manakala mata saya terjaga”. Itulah,  sikap seorang teladan dalam mengingat kematian yang dengannya dapat menghantarkan pada puncak iman yang luar biasa.
Hidup di dunia hanyalah sementara, nikmat dunia yang diberikan Alloh masih sedikit. Dari 100 rahmat-Nya hanya 1 rahmat yang diberikan ke dunia untuk dinikmati seluruh penghuni. Sehingga orang yang cerdas, adalah mereka yang mengarahkan hawa nafsu dan beramal untuk mempersiapkan kematian. Sementara orang yang bodoh, adalah mereka yang diperbudak hawa nafsu, berangan-angan mendapatkan pahala, serta mati-matian mengejar dunia siang dan malam dengan melupakan kehidupan akhirat.
Saat Nabi ditanya, “Ya rosul, siapakah orang mukmin yang paling cerdas? Nabi menjawab, “Mereka yang sering mengingat mati dan (tekun) mempersiapkan diri menghadapi kematian. Mereka pergi dengan kelegaan dunia dan kemuliaan akhirat.”
Salah seorang ulama mengatakan, siapa orang masuk liang kubur tanpa membawa amal banyak, maka seolah-olah ia mengarungi lautan tanpa perahu. Ia akan tenggelam diterpa badai.
Jadi, mengingat kematian haruslah menjadi bagian tak terpisahkan dari rangkaian waktu kehidupan yang dijalani. Mengingat kematian tidak hanya sekedar mengingat, namun harus diikuti dengan amalan yang terus menerus dan sungguh-sungguh. Amalan untuk mempersiapkan kehidupan abadi di akhirat, yang hanya memiliki dua tempat yakni kebahagiaan (surga) dan penderiaan (neraka).
Nabi bersabda “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian)”.
Dalam hadits lain nabi bersabda, ” Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: [1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, [2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, [4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, [5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.
Lalu, apa sajakah usaha yang bisa diperbuat agar senantiasa ingat terhadap kematian?. Berikut salah satu kiatnya.
#1. Sering Mengunjungi Orang Sakit
Saat mengunjungi orang sakit, selain memberikan doa agar diberikan ketabahan dalam menghadapi cobaan Alloh, juga harus mendapatkan pelajaran bahwa sakit atau kematian bisa saja datang kepada siapa saja yang Alloh kehendaki tanpa memandang orang, tempat dan waktu.
#2. Mengunjungi Orang Mati
Saat mengunjungi orang yang meninggal, selain mendoakan kepada jenazah dan keluarga yang ditinggalkan, juga harus menjadikan pelajaran atau nasehat bahwa kematian merupakan rahasian Alloh yang tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan datangnya kematian.
#3. Ziarah Kubur
Disunahkan menziarahi kubur, sebagai momentum untuk Mendoakan dan mengingat kematian.
#4. Memantapkan Iman Kepada Hari Akhir
#5. Mentadabburi Ayat-Ayat Alloh Terkait Adab Neraka dan Surga.

Valentine: Virus Barat Perusak Iman



Hari valentine, seakan menjadi hari wajib yang harus dirayakan untuk mengekspresikan kasih sayang.  Tak hanya untuk muda-mudi yang terikat dalam ikatan haram (pacaran), hari ini juga dirayakan oleh siapapun untuk mengungkapkan rasa kasih sayang mereka. Bahkan hari ini, rencananya akan dibagi-bagikan pisang di sekitar Bundaran HI untuk berbagi kasih sayang.
Jauh sebelum tanggal 14 februari datang, berbagai toko dan mall-mall di kota-kota besar sibuk menghiasi diri dengan pernak-pernik valentine, mulai dari coklat, bunga, boneka panda berwarna merah muda, dan pernik lainnya.  Padahal, kebanyakan dari pemilik-pemilik toko tersebut adalah Muslim yang seharusnya tidak mendukung perayaan yang tidak diajarkan dalam Islam ini.  Karena merayakan hari valentine sama saja dengan meniru kebiasaan orang kafir, dan dengan meniru kebiasaan mereka, maka kita tak ubahnya seperti mereka. Naudzubillah!
Agama Islam telah melarang kita meniru-niru orang kafir (baca: tasyabbuh). Larangan ini terdapat dalam berbagai ayat, juga dapat ditemukan dalam beberapa sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hal ini juga merupakan kesepakatan para ulama (baca: ijma’).
Inilah yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Iqtidho’ Ash Shiroth Al Mustaqim (Ta’liq: Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim Al ‘Aql, terbitan Wizarotusy Syu’un Al Islamiyah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang Yahudi dan Nashrani tidak mau merubah uban, maka selisihlah mereka.” (HR. Bukhari no. 3462 dan Muslim no. 2103) Hadits ini menunjukkan kepada kita agar menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani secara umum dan di antara bentuk menyelisihi mereka adalah dalam masalah uban. (Iqtidho’, 1/185)
Dalam hadits lain, Rasulullah menjelaskan secara umum supaya kita tidak meniru-niru orang kafir.  Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ (hal. 1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269:
Telah jelas di muka bahwa hari Valentine adalah perayaan paganisme, lalu diadopsi menjadi ritual agama Nashrani. Merayakannya berarti telah meniru-niru mereka.
Menghadiri Perayaan Orang Kafir Bukan Ciri Orang Beriman
Allah Ta’ala sendiri telah mencirikan sifat orang-orang beriman. Mereka adalah orang-orang yang tidak menghadiri ritual atau perayaan orang-orang musyrik dan ini berarti tidak boleh umat Islam merayakan perayaan agama lain semacam valentine. Semoga ayat berikut bisa menjadi renungan bagi kita semua. Allah Ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon : 72).
Ibnul Jauziy dalam Zaadul Maysir mengatakan bahwa ada 8 pendapat mengenai makna kalimat “tidak menyaksikan perbuatan zur”, pendapat yang ada ini tidaklah saling bertentangan karena pendapat-pendapat tersebut hanya menyampaikan macam-macam perbuatan zur.
Di antara pendapat yang ada mengatakan bahwa “tidak menyaksikan perbuatan zur” adalah tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Inilah yang dikatakan oleh Ar Robi’ bin Anas.
Jadi, ayat di atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang terpuji, maka ini berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela dan termasuk ‘aib (Lihat Iqtidho’, 1/483). Jadi, merayakan Valentine’s Day bukanlah ciri orang beriman karena jelas-jelas hari tersebut bukanlah hari raya umat Islam.

Mengagungkan Sang Pejuang Cinta Akan Berkumpul Bersamanya di Hari Kiamat Nanti
Jika orang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keutamaan berikut ini.
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Orang tersebut menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain di Shohih Bukhari, Anas mengatakan, “Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”
Anas pun mengatakan, “Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.”
Bandingkan, bagaimana jika yang dicintai dan diagungkan adalah seorang tokoh Nashrani yang dianggap sebagai pembela dan pejuang cinta di saat raja melarang menikahkan para pemuda.
Valentine-lah sebagai pahlawan dan pejuang ketika itu.
Lihatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas: “Kalau begitu engkau bersama dengan orang yang engkau cintai”.
Jika Anda seorang muslim, manakah yang Anda pilih, dikumpulkan bersama orang-orang sholeh ataukah bersama tokoh Nashrani yang jelas-jelas kafir?  Siapa yang mau dikumpulkan di hari kiamat bersama dengan orang-orang kafir[?] Semoga menjadi bahan renungan bagi Anda, wahai para pengagum Valentine!
Ucapan Selamat Berakibat Terjerumus Dalam Kesyirikan dan Maksiat
“Valentine” sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. (Dari berbagai sumber)
Oleh karena itu disadari atau tidak, jika kita meminta orang menjadi “To be my valentine (Jadilah valentineku)”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala.
Telah kemukakan di awal bahwa hari valentine jelas-jelas adalah perayaan nashrani, bahkan semula adalah ritual paganisme.  Oleh karena itu, mengucapkan selamat hari kasih sayang atau ucapan selamat dalam hari raya orang kafir lainnya adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah (1/441, Asy Syamilah). Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal atau selamat hari valentine, ) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.
Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.  Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan.
Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah.  Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.”
 Hari Kasih Sayang Menjadi Hari Semangat Berzina
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi.
Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.
Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh.  Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang. Na’udzu billah min dzalik.
Padahal mendekati zina saja haram, apalagi melakukannya. Allah Ta’ala berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra’ : 32)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang.

Meniru Perbuatan Setan
Menjelang hari Valentine-lah berbagai ragam coklat, bunga, hadiah, kado dan souvenir laku keras. Berapa banyak duit yang dihambur-hamburkan ketika itu.  Padahal sebenarnya harta tersebut masih bisa dibelanjakan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat atau malah bisa disedekahkan pada orang yang membutuhkan agar berbuah pahala.  Namun, hawa nafsu berkehendak lain.  Perbuatan setan lebih senang untuk diikuti daripada hal lainnya. Itulah pemborosan yang dilakukan ketika itu mungkin bisa bermilyar-milyar rupiah dihabiskan ketika itu oleh seluruh penduduk Indonesia, hanya demi merayakan hari Valentine.
Tidakkah mereka memperhatikan firman Allah, “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isra’ 26-27). Maksudnya adalah mereka menyerupai setan dalam hal ini. Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Itulah sebagian kerusakan yang ada di hari valentine, mulai dari paganisme, kesyirikan, ritual Nashrani, perzinaan dan pemborosan.  Sebenarnya, cinta dan kasih sayang yang diagung-agungkan di hari tersebut adalah sesuatu yang semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama.
Perlu diketahui pula bahwa Valentine’s Day bukan hanya diingkari oleh pemuka Islam melainkan juga oleh agama lainnya.  Sebagaimana berita yang kami peroleh dari internet bahwa hari Valentine juga diingkari di India yang mayoritas penduduknya beragama Hindu.
Alasannya, karena hari valentine dapat merusak tatanan nilai dan norma kehidupan bermasyarakat.  Di katakan: “Hanya orang yang tertutup hatinya dan mempertuhankan hawa nafsu saja yang enggan menerima kebenaran.”
Oleh karena itu, diingatkan agar kaum muslimin tidak ikut-ikutan merayakan hari Valentine, tidak boleh mengucapkan selamat hari Valentine, juga tidak boleh membantu menyemarakkan acara ini dengan jual beli, mengirim kartu, mencetak, dan mensponsori acara tersebut karena ini termasuk tolong menolong dalam dosa dan kemaksiatan. Ingatlah, Setiap orang haruslah takut pada kemurkaan Allah Ta’ala. (Hanin Mazaya/dj2islam/arrahmah.com)